Ketika keringat sudah tak tertahan,
Maka basahlah bumi ini
Sinar mentari telah beringsut, menandakan mata harus tersapu gelap.
Merah merekah, merona bagai wajah yang merindukan.
Kutinggalkan asap dan oli,
Juga kuhapus peluhku.
Kujejakkan langkah lunglai, melintasi padang rumput,
Pesta perpisahan yang selalu tidak aku senangi.
Mereka sudra, tapi mereka berharga.
Ilmu, tawa, keahlian, dan keringat kita pernah jatuh bersama.
(Selamat Tinggal Kawan2 Mekanik di Component Rebuild Section, Daku Pindah ke Sebelah,ke Haul Truck Section)
Selanjutnya,
Kubeli sekotak kecil sesuatu yang disarankan oleh belahan jiwaku,
Sesuatu yang membuat pancaran wajahku bertambah bercahaya (sayang, coba tebak ini apa).
Hm...... hari semakin senja
Saat badanku merindukan peraduan.
Kutatap langit biru, dan kulanjutkan perjalanan pulang ku.
Kulewati lagi padang rumput, pondok-pondok para penambang batubara, selanjutnya kuseberangi sungai yang berait cokat.
Alhamdulillah......Camp ku ada di balik bukit itu,
Semak belukar tempat kobra melingkarkan badan.
Kuputari bukit itu, dan sampailah aku pada Camp,
Tempatku menyimpan tubuh yang semakin tua ini.
Demi sang belahan jiwa.
Tiara sayang.
Tapi, perjuangan belum berakhir,
Untuk menjadi sang Digdaya, harus ada bukit yang kudaki,
Kutapaki setelah matahari pergi,
Bertapa untuk mendapat ilmu bahasa seberang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar