Kupandang istriku yang terbaring di sebelahku.
Senyum-nya pun selalu tersungging dalam tidurnya.
Dengan ihklas, dia memilihku sebagai pendamping hidupnya.
Aku cuma buruh tambang.
Dia tanggalkan semua gelar keningratannya.
Dia relakan masa mudanya.
Menjadi bintang yang selalu menerangi hidupku.
Menemaniku dalam rumah sederhana ini, yang dibeli dengan upahku yang dia kumpulkan tiap harinya.
Bahkan, kadang orang tidak percaya, hanya dengan upah Rp. 70.000,00 perhari kami bisa membeli rumah di enam bulan perkawinan kami.
Sungguh hebat Istriku ini mengatur kehidupan kami.
Membantu keluargaku yang miskin, sampai menyemangati adiku yang masih sekolah.
Meski kadang aku tak tega, ketika sinar mentari membakar pipinya saat berjalan ke depan perumahan.
Malam malam panjang seprti ini, aku hanya bisa berdoa, semoga Allah bisa membalas kebaikan-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar